“Kekuatan produk-lah salah satu faktor yang membuat Brontak bisa bertahan hingga saat ini.”
Itulah yang disampaikan oleh anak usia 19 tahun yang bernama Miftah, dia kelahiran Sei Semayang Sumatera Utara yang kini menjadi alumni YEA 31 , Miftah termasuk salah satu siswa YEA yang gigih dan berkomitmen.
Berawal dari tugas “Homebis yea” popcorn brontak ini menjadi produk yang dipilih oleh Miftah dan kelompoknya untuk dikompetisikan dalam Home Business (Hombis) YEA 31 saat itu. Home Business merupakan sarana siswa YEA untuk dapat membuat produk atau brand-nya sendiri, biasanya mereka akan belajar dari hulu ke hilirnya sebuah bisnis, mulai dari merancang mau buat apa, bagaimana produksinya, buat RAB nya, buat desain produknya (packaging) dan labeling), sampai cara jualnya, sehingga sampai ke customer. Seruuu yahhhh :), disini proses creative lebih didalami.
Mifta dan kelompoknya Ingat dengan pesan Mas Jaya bahwa produk potensial adalah produk yang sudah eksis selama puluhan tahun namun belum ada brand ternama, maka mereka pun mulai mencari supplier di daerah Pasar Baru Bandung. Bertemulah mereka dengan beberapa produk snack, hingga akhirnya popcorn dipilih sebagai produk Hombis mereka.
“Kok namanya Brontak..??”
“Iya soalnya pas jagung dimasak hingga jadi popcorn itu kan jagungnya meledak dan terkesan brontak, jadi namanya Popcorn Brontak deh hehe..” creative yah 🙂
Popcorn Brontak hadir sebagai premium tasty popcorn yang tersedia dalam 5 rasa, Cheese , Mango, Tiramisu, Chocolate, dan Strawberry. Tanpa MSG, pengawet, dan pemanis buatan.
Pemasaran awal saat hombis mereka lakukan dengan menawarkan pada teman dan grup-grup jualan di facebook. Mereka pun mengembangkan akun secara organik. Namun ternyata omset akhir tidak mencapai target.
Meskipun kompetisi sudah selesai, tapi mereka berkomitmen untuk tetap melanjutkan Popcorn Brontak sebagai produk yang akan mereka kembangkan. Namun perjalanan tidak selalu mulus seperti yang dibayangkan. Kelompok bubar, perlahan satu persatu anggota pergi karena satu dan lain hal hingga hanya Miftah yang tersisa. Padahal mereka sudah mengontrak rumah di Bandung untuk produksi popcorn.
Yah, memang begitulah bisnis, selalu tak terkira akan berjalan kemana. Miftah pun memutuskan untuk pulang ke Medan walaupun dengan perasaan sedih dan galau. Ia bingung apakah harus melanjutkan Popcorn Brontak atau tidak.
Di sisi lain ia ingin meninggalkannya karena omset yang dihasilkan masih sedikit. Namun setelah ia pikir ulang dan mencoba untuk melihat data penjualan kemarin, ternyata ia mendapatkan fakta bahwa meskipun pelanggannya sedikit namun selalu repeat order. Di situlah ia mulai optimis bahwa Brontak merupakan produk potensial.
Saat berjalan kembali, ada kendala lain berupa ongkir yang mahal. Pelanggan saat itu kebanyakan berasal dari Pulau Jawa, sedangkan Brontak diproduksi di Medan. Namun ia tak menyerah dan terus mematangkan kualitas Brontak.
Hingga akhirnya ia berani untuk melakukan paid promote pada akun-akun besar dan Alhamdulillah membuahkan hasil. Order berdatangan dari para reseller yang sebelumnya sudah merasakan Brontak. Hampir semua target pasarnya saat ini adalah reseller makanan ringan dari berbagai daerah di Indonesia. Dan repeat order selalu terjadi. Itulah mengapa, kualitas produk disebut sebagai senjata marketing terbaik.
Kedepannya Miftah ingin memperluas jaringan reseller di seluruh Indonesia, agar mempermudah end user atau konsumen mendapatkan Brontak. Miftah pun sedang menggalakan program ‘Ngemil sambil Ngamal’, sebagai sarananya untuk berbagi dan bersyukur.
“Saya ingin selalu melibatkan Allah dalam setiap kegiatan saya. Karena berkat-Nya lah saya bisa seperti sekarang.”
Semoga menginspirasi..