Dalam berbisnis, tentu kita ingin mendapatkan profit setinggi mungkin. Tidak heran jika harga adalah faktor yang sangat esensial. Di satu sisi kita ingin produk kita terjual dengan harga tinggi namun di sisi lain kita ingin konsumen tidak hanya membeli sekali melainkan menjadi pelanggan yang setia. Yang menantang adalah ketika kita masuk ke pasar di mana penjual dan pembeli dapat saling menawar. Kemampuan negosiasi yang mumpuni menjadi hal yang perlu dimiliki.
Kegiatan negosiasi juga terjadi saat pengusaha membutuhkan dana dari investor untuk memulai atau mengembangkan usahanya. Baik Anda berada di posisi pengusaha atau investor, tentu Anda ingin mendapatkan persentasi yang menguntungkan. Begitu pula saat Anda melakukan kerja sama bisnis dengan pengusaha lain dan ketika mendiskusikan gaji dengan calon karyawan.
Jika demikian, siapakah yang sebaiknya menawarkan harga atau persentase pembagian terlebih dahulu? Pembeli atau penjual? Pengusaha atau investor? Anda atau partner usaha? Perusahaan atau calon karyawan?
Fakta negosiasi
Dalam setiap negosiasi terdapat dua elemen utama, yaitu anchoring dan adjustment. Anchoring adalah angka yang pertama kali disebutkan oleh satu pihak yang kemudian menjadi patokan negosiasi, sedangkan adjustment adalah penawaran dari pihak kedua yang seringkali berdasarkan patokan dari pihak pertama.
Lalu, berdasarkan pengetahuan di atas, apa yang harus Anda lakukan dalam bernegosiasi? Ada dua hal yang dapat diterapkan agar Anda mendapatkan kesepakatan yang menguntungkan dalam bernegosiasi, yaitu berperan sebagai anchoring dan menghindari argument.
Tawarkan angka lebih dulu
Penelitian dalam bidang psikologi ekonomi menunjukkan bahwa angka final yang disetujui tidak akan berbeda jauh dari angka anchoring. Dalam psikologi hal ini dikenal dengan istilah Anchoring Bias. Jika Anda ingin mendapatkan profit sesuai yang Anda harapkan, sebaiknya Andalah yang memegang peran sebagai anchoring alias yang pertama kali menyatakan harga atau persentasi. Siapapun yang anda hadapi, secara sadar atau tidak, otomatis melakukan adjustment alias menawar sesuai angka patokan (anchor) yang Anda berikan sebelumnya.
Sebagai contoh, ketika Anda sedang menjual sebuah rumah, sebelum calon pembeli sempat mengatakan kisaran harga yang dia harapkan, sebutkanlah terlebih dahulu harga yang Anda inginkan. Misalnya Anda katakan harga rumah tersebut Rp 500 juta. Pembeli akan menawar berdasarkan harga tersebut, katakanlah Rp 450 juta. Namun jika pembeli duluan yang menakar harga dan langsung mengatakannya, misalnya Rp 300 juta, Anda pun akan terpengaruh dan cenderung menawar berdasarkan harga tersebut, sebutlah Rp 400 juta, jauh di bawah angka yang sebenarnya Anda harapkan.
Hindari argumen
Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah jangan memberi alasan atau berargumen mengapa Anda menetapkan harga tersebut. Berbeda dengan yang diyakini kebanyakan penjual, sebenarnya Anda tidak perlu mengatakan bahwa Anda sudah mengeluarkan biaya tambahan seperti untuk mengecat ulang rumah tersebut dan memperbaiki kloset. Ini hanya akan membuat calon pembeli curiga bahwa produk Anda sebenarnya lebih buruk dari yang mereka kira sebelumnya. Mereka akan berfikir rumah tersebut akan membutuhkan perbaikan lebih banyak lagi setelah mereka beli.
Kemudian mereka akan menambahkan alasan lain untuk semakin menurunkan harga, seperti lokasi yang jauh dari kantor mereka, lingkungan tetangga yang kurang tenang, dan lain-lain yang kemudian menyebabkan mereka menawar harga jauh lebih rendah dari yang Anda harapkan.
Mengapa demikian? Karena dalam bernegosiasi, terutama yang melibatkan uang, secara alami orang akan bersikap skeptis atau curiga terhadap lawan bicaranya, baik pembeli atau penjual.
Sebuah argumen yang keluar dari satu pihak hanya akan mengundang argumen yang lebih banyak lagi dari pihak lain.
Kesimpulannya, saat bernegosiasi, jadilah pihak yang pertama kali menyebutkan angka. Kemudian tahan keinginan Anda untuk berargumen. Angka yang ditawar kemudian oleh lawan Anda tidak akan berbeda jauh dari angka yang telah Anda sebutkan dibandingkan jika Anda berargumen.
Oleh Dita Yustisia