YEA on Chevron Project 2016
Resume of Preliminary Social Mapping and Assessment Report
YEA sadar akan pentingnya membangun UKM dalam negeri. Begitu banyak potensi daerah yang bisa dikembangkan untuk mencapai visi Indonesia mandiri dalam bidang perekonomian. Mendapatkan amanah dari PT Chevron Geothermal, YEA bertugas untuk mendampingi beberapa wirausahawan sebagai peserta LBD (vendor) di daerah Garut dan Sukabumi selama 24 bulan.
Tujuan dari program ini adalah untuk mengembangkan usaha peserta LBD, dan meningkatkan omset dengan beberapa ketentuan yang sudah disetujui sebelumnya. Salah satu requirement tahap awal dalam program ini yaitu social mapping dan assessment, yang telah dimulai pada bulan Februari 2016 lalu. Beberapa kegiatan yang dilakukan untuk mencapai requirement tersebut antara lain adalah orientasi, pelatihan ESQ, dan E-Camp (Entrepreneur Camp).
Pemetaan skala bisnis peserta LBD dilakukan dengan mengelompokkan mereka berdasarkan omset bisnisnya. Kelas A adalah mereka dengan omset 0-10 juta Rupiah per bulan, kelas B beromset 10-50 juta Rupiah, kelas C beromset 50-100 juta Rupiah, dan kelas D beromset di atas 100 juta Rupiah per bulan. Pengelompokan dilakukan karena setiap kelas/kelompok tersebut memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda dalam pengembangan bisnisnya.
Hasil Pemetaan Lokasi Salak Sukabumi
Pada kegiatan orientasi LBD Advance Program tanggal 8 Maret 2016, telah dilaksanakan survey untuk mengetahui persepsi peserta LBD Salak terhadap Chevron dan programnya. Disayangkan hanya 14 peserta yang mengikuti survey ini, meskipun peserta yang hadir mencapai 16 orang. Sebagian beralasan karena keikutsertaannya dalam program LBD belum pasti, dan memilih untuk memberikan data setelah kepastian didapat.
Kegiatan ekonomi utama dari tiga Kecamatan seputar CGS adalah pertanian sayur, padi, dan buah. Petani merupakan mata pencaharian utama. Variasi sayur yang ditanam cukup beragam, seperti timun, cabe, terong, kacang panjang, buncis, cabe, tomat dan memiliki potensi pasar eksternal yang cukup baik. Penjualan sayur terserap oleh pasar induk, sementara sisanya untuk kebutuhan lokal. Potensi pertanian lain yang mulai dikembangkan adalah pepaya di desa Kalapanunggal. Saat ini pertanian belum dapat meningkatkan derajat kesejahteraan karena mayoritas pekerjaan adalah buruh tani. Masih sangat sedikit warga yang menjadi pemodal atau pengepul hasil pertanian.
Sebelum tahun 2008, perikanan sempat menjadi sumber perekonomian yang potensial di daerah ini. Menurut Taufik (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “Pencemaran Pestisida pada Perairan Perikanan di Sukabumi – Jawa Barat”, menyebutkan bahwa kegiatan perikanan akhirnya cenderung ditinggalkan masyarakat karena adanya insiden limbah pestisida yang mencemari perairan sekitar, sehingga membuat banyak ikan mati dan menyebabkan kerugian materi yang cukup besar.
Peternakan, terutama kambing dan sapi, mulai banyak dilakukan masyarakat karena hasilnya yang bagus. Ada juga beberapa peternakan ayam, tapi dianggap tidak cocok untuk dilakukan di daerah ini karena cuaca yang terlalu dingin. Pemeliharaan ternak ini kebanyakan dilakukan secara kolektif oleh masyarakat. Akan tetapi, peternakan belum menjadi kegiatan ekonomi utama yang memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Potensi lain adalah kayu, yang diolah menjadi mebel, ataupun kayu bakar untuk disuplai ke pabrik pengolahan daun teh. Mebel ini memiliki potensi untuk dipasarkan hingga luar kota, asalkan kualitas dan desain mebel tersebut bisa ditingkatkan. Hanya saja, kayu yang ada di wilayah ini tidak selalu bisa memenuhi kebutuhan, sehingga harus didapatkan dari daerah lain seperti Pelabuhan Ratu. Potensi lainnya adalah wisata alam seperti air terjun dan pemandian air panas. Sayangnya potensi ini masih terkendala akses jalan yang belum memadai dan kurangnya penginapan. Bila akses jalan sudah bagus, potensi wisata ini bisa memunculkan peluang usaha penginapan, kuliner, dan oleh-oleh yang cukup besar.
Hasil Pemetaan Lokasi Garut
Di lokasi Garut, pengambilan data dilakukan saat kegiatan orientasi LBD Advance Program tanggal 1 Maret 2016. Ada 25 peserta yang mengikuti survey ini, meskipun beberapa peserta pada akhirnya diganti dengan orang lain. Akan tetapi, data tersebut masih sebatas pengakuan dari peserta dan belum tervalidasi di lapangan. Validasi akan dilakukan seiring dengan berjalannya kegiatan pembinaan usaha.
Potensi ekonomi di Garut (sekitar wilayah operasi Chevron) cukup beragam, mulai dari pertanian, peternakan, kerajinan, kulit, kuliner, hingga pariwisata. Potensi ekonomi ini tersebar di area pedesaan dan perkotaan.
Tidak banyak hal yang berubah di Garut (terutama di daerah pedesaan) dalam beberapa tahun belakangan. Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar menyebutkan bahwa Kabupaten Garut termasuk ke dalam salah satu dari 122 kabupaten di Indonesia yang masuk ke dalam kategori ‘daerah tertinggal’. Akan tetapi, di wilayah perkotaan, mulai banyak bermunculan usaha kuliner yang cukup bagus konsepnya, hanya saja masih lemah dari sisi pemasarannya.
Bidang pertanian sendiri sangat banyak variasinya mulai dari padi, holtikultura, sayuran, kentang, jamur, hingga buah seperti strawberry. Hasil pertanian ini memiliki potensi pasar yang baik, bahkan hasil pertanian dari Garut juga didistribusikan untuk kebutuhan sayur untuk daerah lain seperti Jakarta dan Bandung. Petani merupakan mata pencaharian utama di Garut, pekerjaan mereka pun tersebar sebagai buruh tani, pemodal, atau pengepul hasil pertanian.
Hasil pertanian ini juga mulai banyak diolah oleh masyarakat menjadi makanan ringan yang dipasarkan secara retail di area lokal Garut. Makanan olahan ini bisa dipoles dari segi brandingnya dan dipasarkan online untuk menjangkau target pasar yang lebih luas. Peluang untuk bidang ini masih sangat besar karena Garut sendiri belum memiliki brand yang menjadi ciri khas Garut selain dodol Picnic dan Chocodot.
Peternakan, terutama kambing, domba, dan sapi, sudah banyak dilakukan masyarakat karena hasilnya yang bagus. Pemeliharaan ternak ini kebanyakan dilakukan baik secara perorangan maupun kolektif oleh masyarakat. Peternakan menjadi kegiatan ekonomi yang memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena selain hasil dagingnya, kulit kambing dan sapi juga memiliki permintaan pasar yang cukup tinggi untuk menjadi bahan baku kerajinan, jaket kulit, sepatu kulit, hingga kerupuk kulit. Jaket dan sepatu kulit dari Garut pun belum ada yang menjadi brand terkenal, sekalipun sudah ada sentra kerajinan kulit di Kabupaten Garut.
Potensi lainnya adalah wisata alam seperti wisata kebun dan pemandian air panas. Sayangnya potensi ini masih terkendala akses jalan yang kurang memadai dan kurangnya penginapan. Bila akses jalan sudah bagus, potensi wisata ini bisa memunculkan peluang usaha penginapan, kuliner, dan oleh-oleh yang cukup besar. Belakangan, kopi juga mulai menjadi komoditas yang cukup bagus di Darajat.
Seiring berjalannya program, potensi lokal akan diidentifikasi lebih detail dengan menyesuaikan pada minat dan kebutuhan para peserta LBD. Karena pada dasarnya, hal yang lebih penting dari potensi bisnis lokal adalah potensi/sumber daya yang bisa diakses oleh para peserta LBD. Potensi bisnis lokal yang ada tidak akan banyak berdampak bagi para peserta LBD jika tidak bisa mereka akses.
Kompetensi Peserta LBD
Pada program LBD sebelumnya, telah dilakukan penelitian terhadap para stakeholder program LBD (internal Chevron, tokoh masyarakat, peserta, pejabat daerah) untuk mengetahui kompetensi apa saja yang dianggap paling penting dimiliki oleh para peserta program LBD. Daftar kompetensi hasil penelitian tersebut dikompilasi dan disesuaikan dengan kurikulum YEA untuk menghasilkan daftar kompetensi baru. Kompetensi ini, sejauh pengalaman YEA, adalah kompetensi yang dibutuhkan untuk membentuk wirausaha yang mandiri, kompeten, dan berintegritas.
Untuk mengetahui pelatihan kompetensi apa yang dibutuhkan para peserta LBD di masing-masing site, YEA mengukur tingkat kompetensi yang dimiliki oleh para peserta LBD saat ini. Mental dan Attitude diukur secara kualitatif melalui observasi dan wawancara langsung dengan peserta LBD dan dibahas pada bagian Assessment. Sedangkan Knowledge, Business Skill, dan Other Skill diukur secara kuantitatif melalui observasi dan wawancara langsung terhadap peserta LBD. Observasi tersebut dilakukan pada saat kegiatan Orientasi E-Camp, serta temuan fakta di lapangan. Setiap orang diberi skor antara 0-10 untuk tiap kompetensi, dimana skor 0 berarti tidak paham atau tidak bisa sama sekali, sedangkan skor 10 berarti orang yang bersangkutan sudah sangat menguasai kompetensi tersebut.
Hasil penilaian terhadap para peserta kemudian diolah sehingga didapatkan nilai kompetensi rata-rata di masing-masing daerah. Nilai rata-rata tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai terendah dan tertinggi (baik secara kumulatif maupun personal) untuk melihat gap atau kesenjangan kompetensi di masing-masing daerah. Nilai-nilai tersebut kemudian dipetakan menjadi grafik radar untuk memudahkan keterbacaan dan analisis.
Proses social mapping dan assessment dalam LBD Advance Program telah berjalan dengan baik. Program ini masih akan terus berlanjut dengan menggunakan banyak metode-metode dan parameter-parameter yang di rancang oleh pihak YEA. sehingga pada akhirnya masyarakat di daerah garut dan salak dengan program LBD Advance Program ini bisa mandiri dengan usahanya.